Bahasan tentang keinginan saat sudah besar yang terngiang sedari kecil
yang belum ngerti spesifiknya mau jadi apa. Bayangan saat itu adalah yang
penting aku harus jadi orang sukses dan berguna. Ah umum sekali cita-citamu
kidooos. Semua kegiatan semua profesi dan semua orang bisa aja melakukan itu
tanpa harus sekolah tinggi tanpa harus menambah gelar akademik pada namanya.
Berawal yang entah mengapa sedari SD anehnya seneng gitu nonton TV yang
acaranya berita kasus-kasus hukum, kriminal semacam Fokus di Indosiar, Buser di
RCTI yang punya tagline “kejahatan datang bukan hanya dari niat si pelaku, tapi
karena adanya kesempatan, waspadalah...waspadalah...” *atau apalah nama
acaranya rada lupa.
Salah satu yang dikhawatirkan karena si aku doyan nonton berita
kriminal, tertarik dengan film-film berbau krimina, pembunuhan, psikopat macam
itu adalah takutnya tercermin dan tertanam di otak tentang kejahatan-kejahatan
itu. Ah tidak, bukan. Aku senang karena aku hanya ingin tahu bagaimana
pemecahan masalahnya.
Dari situ lah yang belum memikirkan lebih jauh profesi apa yang akan
digeluti nantinya, yang kepikiran adalah “sepertinya saya akan menggeluti
bidang hukum”.
Keyakinan hati untuk memilih hukum terus bertahan sedari SD sampai
akhirnya pada waktunya lulus SMA dan harus memutuskan kuliah di fakultas apa.
Tidak mudah kawan berada di lingkungan yang saya jalani ini untuk sampai memutuskan
oke saya akan kuliah di fakultas hukum. Berbagai pandangan miring terus
berdatangan saat orang tau saya memilih hukum. Anggapan orang awam yang nampak
di masyarakat tentang profesi hukum hanya membela yang bayar, korupsi, tidak
pro rakyat kecil, UUD (ujung-ujungnya duit), cuma yang penting bergaji besar,
dan banyak anggapan lainnya yang intinya mereka tidak mendukung saya untuk
memilih si dia. Saya tidak begitu peduli dengan anggapan orang diluar sana yang
bahkan tidak begitu mengenal bagaimana saya. Namun yang paling berat adalah saat
mosi tidak percaya itu datang dari orang terdekat, mama dan kakak. Ah hampir
mau mundur rasanya, apalagi kepercayaan tentang ridho Allah ridhonya orang tua,
ya kalo mama ga ridho bagaimana lah....?
Dikarenakan masih punya satu konci ridho lagi, yaitu dari Bapak, yang
Alhamdulillah selalu mengijinkan dan mendukung aku punya mau, dengan otoritas
Bapak sebagai Presiden di rumah, dengan terbit surat izinnya maka berlaku juga
dengan seisi rumah. Yes !
Ancaman kedua adalah dari kakak yang katanya ga mau bantuin biaya kuliah
kalo si aku tetep ngambil hukum dan apalagi di Bandung ini. Tapi entah mengapa
kalo dapet ijin ortu mah yakin aja, kalo ortu ridho, Allah aja ridho, masa
masih mau khawatir dengan rezeki dari Nya.
Dan akhirnya sampailah aku pada saat ini, berada pada bidang yang
diinginkan sedari kecil, disaat sebagian yang lain masuk fakultas ini hanya
karena dipaksa orang tuanya yang notabenen juga seorang praktisi hukum atau
malah Cuma sebagai lampiasan salah jurusan karena Hukum ini adalah pilihan
kesekiannya karena di tolak di fakultas yang mereka mau.
Beruntunglah, karena ini adalah one step ahead untuk mencapai cita yang
dijalani tanpa paksaan. Dengan ketulusan hati, semoga ini menjadi awal langkah
besar untuk mewujudkan cita menjadi orang sukses nan berguna dengan keilmuan
yang aku miliki ini.
Public lawyer interest. Praktisi hukum yang dapat membawa manfaat bagi
sekitar, menapik persepsi miring dengan keteladanan.
Sukses !
Komentar