Pengertian Kepastian Hukum
Menurut kamus besar bahasa Indonesia arti dari kata kepastian adalah :
pas•ti a sudah tetap; tidak boleh tidak; tentu; mesti.
me•mas•ti•kan (v) mengatakan dng pasti; menentukan; menetapkan dng sungguh hati.
pe•mas•ti•an (n) proses, cara, perbuatan memastikan; penentuan; penetapan.
ke•pas•ti•an (n) perihal (keadaan) pasti; ketentuan; ketetapan;
~ hukum perangkat hukum suatu negara yg mampu menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara.
Memiliki kepastian berarti memiliki ketetapan dalam pikiran dan bebas dari keraguan. Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan (multi-tafsir) dan logis dalam artian ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma.
Pemikiran mainstream beranggapan bahwa kepastian hukum merupakan keadaan dimana perilaku manusia, baik individu, kelompok, maupun organisasi, terikat dan berada dalam koridor yang sudah digariskan oleh aturan hukum. Secara etis, padangan seperti ini lahir dari kekhawatiran yang dahulu kala pernah dilontarkan oleh Thomas Hobbes bahwa manusia adalah serigala bagi manusia lainnya (homo hominilupus). Manusia adalah makhluk yang beringas yang merupakan suatu ancaman. Untuk itu, hukum lahir sebagai suatu pedoman untuk menghindari jatuhnya korban. Konsekuensi dari pandangan ini adalah bahwa perilaku manusia secara sosiologis merupakan refleksi dari perilaku yang dibayangkan dalam pikiran pembuat aturan.
Tujuan Hukum
Secara etimologis kata tujuan, sebagaimana yang disebutkan dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai “arah atau sasaran yang hendak dicapai”.
Adapun tujuan hukum pada umumnya atau tujuan hukum secara universal menurut Gustav Radbruch yaitu menggunakan asas prioritas sebagai tiga nilai dasar hukum atau sebagai tujuan hukum, masing-masing: keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum sebagai landasan dalam mencapai tujuan hukum yang diharapkan.
Rusli Effendy (1991:79) mengemukakan bahwa tujuan hukum dapat dapat dikaji melalui tiga sudut pandang, yaitu :
1. Dari sudut pandang ilmu hukum normatif, tujuan hukum dititik beratkan pada segi kepastian hukum.
2. Dari sudut pandang filsafat hukum, maka tujuan hukum dititikberatkan pada segi keadilan.
3. Dari sudut pandang sosiologi hukum, maka tujuan hukum dititikberatkan pada segi kemanfaatan.
Dalam hal penegakan hukum, setiap orang selalu mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadinya peristiwa kongkrit, dengan kata lain bahwa peristiwa tersebut tidak boleh menyimpang dan harus ditetapkan sesuai dengan hukum yang ada (berlaku), yang pada akhirnya nanti kepastian hukum dapat diwujudkan. Namun perlu diingat bahwa dalam penegakan hukum ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan guna mewujudkan hakikat dari fungsi dan tujuan itu sendiri, yaitu: kepastian hukum (rechtssicherheit), kemanfaatan (zweckmassigkeit) dan keadilan (gerechtgkeit).
Pentingnya kepastian hukum sesuai dengan pasal 28D ayat 1 Undang – Undang Dasar 1945 perubahan ketiga bahwa “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”.
Sebagaimana diketahui, di dalam kenyataanya sering sekali antara kepastian hukum terjadi benturan dengan kemanfaatan, atau antara keadilan dengan kepastian hukum, antara keadilan terjadi benturan dengan kemanfaatan. Sebagai contoh dalam kasus-kasus hukum tertentu, kalau hakim menginginkan keputusannya adil (menerut persepsi keadilan yang dianut oleh hukum tersebut tentunya) bagi si penggugat atau tergugat atau bagi si terdakwa, maka akibatnya sering merugikan kemanfaatan bagi masyarakat luas,sebaliknya kalau kemanfaatan masyarakat luas dipuaskan, perasaan keadilan bagi orang tertentu terpaksa dikorbankannya.
Ahli hukum yang menyatakan “kepastian” menjadi tujuan hukum adalah :
• Prof.Dr.Utrecht berpendapat tujuan hukum untuk menjamin adanya kepastian hukum, menjamin keadilan serta hukum tetap berguna.
• Mochtar Kusumaatmdja berpendapat tujuan hukum memelihara dan menjamin keteraturan (kepastian dan ketertiban).
Selanjutnya kami akan membahas mengenai aliran yang mengedepankan kepastian sebagai tujuan hukum. Pada kenyataannya menurut beberapa teori terdapat tiga aliran konvensional tentang tujuan hukum.ketiga aliran tersebut adalah: aliran etis (asas adalah keadilan), aliran utulitis (asas adalah kemanfaatan), dan aliran yuridis dogmatik (asas adalah kepastian hukum).
Pada makalah ini terutama kami akan membahas mengenai aliran yuridis dogmatik atau aliran normatife-dogmatik yang menganggap bahwa pada asanya hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kepastian hukum karena dengan adanya kepastian hukum, fungsi hukum mampu berjalan dan mampu mempertahankan ketertiban. Menurut aliran ini, kepastian hukum syarat mutlak setiap aturan, persoalan keadilan dan pemanfaatan hukum bukan alasan pokok dari tujuan hukum tetapi yang penting adalah kepastian hukum. Salah satu penganut aliran ini adalah John Austin dan Van kan yang bersumber dari pemikiran positivistis yang lebih melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom atau hukum dalam bentuk peraturan tertulis. Artinya karena hukum itu otonom sehingga tujuan hukum itu semata-mata untuk kepastian hukum dalam melegalkan kepastian hak dan kewajiban seseorang. Van Kan (Daliyo,dkk, 1994:39) berpendapat bahwa tujuan hukum adalah menjaga setiap kepentingan manusia agar tidak diganggu dan terjamin kepastiannya.
Alasan Kepastian Menjadi Tujuan Hukum
Terdapat beberapa alasan mengapa istilah ‘kepastian’ bisa menjadi tujuan hukum. Menurut Prof. Mochtar Kusumaatmadja seseorang tidak dapat mengadakan usaha, mengembangkan bakatnya jika tanpa adanya kepastian dan keteraturan. Ia tidak dapat meninggalkan rumahnya sekalipun untuk bekerja apalagi mengadakan perjalanan usaha apabila tidak ada kepastian bahwa keamanana rumah, demikian pula hartanya tidak terjamin.
Selain Mochtar, Utrecht pun berpendapat bahwa hukum bertugas utama menjamin adanya kepastian hukum (“rechszekerheid”) dalam pergaulan manusia Utrecht menjelaskan bahwa contoh kepastian hukum yang diadakan oleh karena hukum adalah lembaga-lembaga (“rechtsinstiuut”) mengeanai liwat-waktu(“verjaring”). Contohnya pada pasal 78 KUH Pidana bahwa terdapat jangka waktu yang dapat menggugurkan hak pemerintah untuk menuntut pidana. Jadi, jika lewat waktunya penjahat tidak dapat dituntut. Dari pendapat Utrecht dapat dambil kesimpulan bahwa kepastian harus diwujudkan di dalam hukum karena disetiap bagian-bagian dari hukum bertuajuan untuk menciptakan ketertiban yang pasti bagi kehidupan masyarakat.
Menurut Prof. Peter Mahmud Marzuki bahwa aturan hukum, baik berupa undang-undang maupun peraturan tidak tertulis menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani atau melakukan tindakan terhadap individu jadi aturan semacam dan pelaksanaan aturan tersebut diadakan untuk menimbulkan kepastian hukum.
Pendapat-pendapat para ahli mengenai kepastian sebagai tujuan hukum.
Mochtar Kusumaatmadja berpendapat tujuan hukum memelihara dan menjamin keteraturan (kepastian dan ketertiban) lalu Utrecht berpendapat tujuan hukum untuk menjamin adanya kepastian hukum, menjamin keadilan serta hukum tetap berguna.
Terdapat aliran yang menjadikan ‘kepastian’ menjadi tujuan hukum yaitu aliran yuridis dogmatic yang menganggap bahwa pada asasnya hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kepastian hukum karena dengan adanya kepastian hukum, fungsi hukum mampu berjalan dan mampu mempertahankan ketertiban.
Terdapat pula alasan yang mendasari istilah ‘kepastian’ menjadi tujuan hukum bahwa tanpa kepastian kehidupan tidak dapat berjalan dengan baik. Kepastian dimaksudkan untuk mengatur kehidupan bermasyarakat oleh karena itu tujuan utama dari hukum adalah kepastian.
Pada pemberlakuannya hukum di Belanda sangat ditujukan kepada kepastian, sehingga kasus-kasus yang terjadi di Belanda dapat diselesaikan dengan memandang dari sudut humanis dan berdasarkan undang-undang yang berlaku. Sedangkan di Indonesia penyelesaian kasus-kasus hukum yang terjadi tidak ditujukan pada kepastian hukum karena permainan para elit politik dan pihak-pihak kalangan atas yang dapat mempermainkan hukum sehingga hukum tidak lagi berdasarkan asas kepastian.
DAFTAR PUSTAKA
Mochtar Kusumaatmadja dan Arief Sidharta. 1999. Pengantar Ilmu Hukum. Alumni : Bandung.
Marzuki, Peter Mahmud. 2008. Pengantar Ilmu Hukum. Prenada Media Grup : Jakarta.
Utrech, E. 1953. Pengantar dalam Hukum Indonesia. Balai Buku Indonesia : Jakarta.
http://yancearizona.wordpress.com/2008/04/13/apa-itu-kepastian-hukum/. Dikunjungi pada September 2009.
http://www.bappenas.go.id/node/116/1945/pentingnya-kepastian-hukum/. Dikunjungi pada September 2009.
http://www.legalitas.org/?q=content/kepastian-hukum. Dikunjungi pada September 2009.
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20081009200706AAIWDwa/ apa kepastian hukum?. Dikunjungi pada September 2009.
http://www.sabda.org/lead/kepastian. Dikunjungi pada September 2009.
http://www.blogster.com/stainmanado/analisis-tentang-tujuan. Dikunjungi pada September 2009.
http://pojokhukum.blogspot.com/2008/03/perbandingan-metode-penemuan-hukum.html. Dikunjungi pada Oktober 2009.
http://www.graceamianti.blogspot.com/2009/04/hukum-dan-liberalisme-di-negeri-belanda.html. Dikunjungi pada Oktober 2009
Komentar